matholek
Menuju insan sholih akrom
+6285712221333

AKTUALISASI NILAI-NILAI ASWAJA

Oleh: KH MA Sahal Mahfudh

            Aswaja atau Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai paham keagamaan, mempunyai pengalaman tersendiri dalam sejarah Islam. Ia sering dikonotasikan sebagai ajaran (Madzhab) dalam Islam yang berkaitan dengan konsep akidah, syari’ah, dan tasawwuf dengan corak moderat. Salah satu cirri intrinsik paham ini ialah keseimbangan pada dalil naqliyyah dan `aqliyyah. Keseimbangan demikian memungkinkan adanya sikap akomodatif atas perubahan-perubahan yang berkembang dalam masyarakat, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsipil frngan nas-nas formal.

            Ekstrimitas penggunaan rasio tanpa terikat pada pertimbangan naqliyyah tidak dikenal dalam paham ini. Akan tetapi ia juga tidak secara apriori menggunakan norma naqliyyah tanpa interpretasi rasional dan kontekstual, atas dasar kemaslahatan atau kemafsadatan yang dipertimbangkan secara matang.

            Fleksibitas Aswaja juga tampak dalam konsep ibadah. Konsep ibadah menurut Aswaja baik individual maupun sosial tidak semuanya bersifat muqayyadah (terikat oleh syarat dan rukun maupun ketentuan yang lain), tapi ada bahkan lebih banyak yang bersifat bebas (mutlaqah) tanpa ketentuan-ketentuan yang mengikat, sehingga teknik pelaksanaanya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi perkembangan masyarakat yang selalu berubah.

            Demikian sifat-sifat fleksibilitas itu membentuk sikap para Ulama’nya. Karakter para Ulama’ Aswaja menurut Imam Ghazali menunjukkan bahwa mereka mempunyai cirri faqih fi masalih al-khalqi fi al-dunya. Artinya mereka paham benar dan peka terhadap ke.maslahatan makhluk di dunia. Pada gilirannya mereka mampu mengambil kebijakan dan bersikap dalam lingkup kemaslahatan. Karena kemaslahatan sering berubah, maka sikap dan kebijakan juga menjadi zamani (kontekastual) dan fleksibel.

            Aswaja juga meyakini hidup dan kehidupan manusia sebagai takdir Allah. Takdir dalam arti ukuran-ukuran yang telah ditetapkan, Allah meletakkan hidup dan kehidupan manusia dalam suatu proses, suatu rentetan keberadaan, suatu urutan kejadian, dan tahapan-tahapan kesempatan yang diberikanNya kepada manusia untuk berikhtiar melestarikan dan member makna bagi kehidupan masing-masing.

            Dalam proses tersebut, kehidupan manusia dipengaruhin oleh berbagai factor dan aspek yang walaupun dapat dibedakan, namun saling kait-mengait. Di sini manusia dituntut untuk mengendalikan dan mengarahkan aspek-aspek tersebut untuk mencapai kelestarian sekaligus makna hidupnya.

            Sedang dalam berikhtiar mencapai kelestarian dan makna hidup itu, Islam Aswaja merupakan jalan hidup yang menyeluruh, menyangkut segala aspek kehidupan manusia sebagai makhluk individual maupun sosial, dalam berbagai komunitas bermasyarakat dan berbangsa. Aktualisasi Islam Aswaja berarti konsep pendekatan masalah-masalah sosial dan pemecahan legitimasinya secara Islami, yang pada gilirannya Islam Aswaja menjadi sebuah komponen yang membentuk dan mengisi kehidupan masyarakat, bukan malah menjadi factor tandingan yang disintegrative terhadap kehidupan.

            Dalam konteks pembangunan nasional, perbincangan mengenai aktualisasi Aswaja menjadi relevan, justru karena arah pelaksanaan pembangunan tidak lepas dari upaya membangun manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa ia tidak hanya mengejar kemajuan lahiriyah (sandang, pangan, papan) semata, atau sebaliknya, hanya membangun kepuasan bathiniyah saja, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antar keduanya.

            Pandangan yang mengidentifikasikan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi belaka atau dengann berdirinya industry-industri raksasa yang memakai teknologi tinggi semata, cenderung mengabaikan keterlibatan Islam dalam proses pembangunan. Pada gilirannya sikap itu menumbuhkan perilaku individualistis dan materealistis yang sangat bertentangan dengan falsafah bangsa kita.

            Proses pembangunan dengan tahapan pelita demi pelita telah mengubah pandangan masyarakat tradisional berangsur-angsur secara persuasive meninggalkan tradisi-tradisi yang membelenggu dirinya, kemudian mencari bentuk-bentuk lain yang membebaskan dirinya dari himpitan yang terus berkembang dan beragam. Dari satu sisi, ada perkembangan positif, bahwa masyarakat terbebas dari jeratan tradisi yang mengekang dan kekuatan feodalisme. Namun dari segi lain, sebenarnya pembangunan sekarang ini menggiring pada jeratan baru, yaitu jeratan birokrasi, jeratan industry, dan kapitalisme yang masih sangat asing bagi masyarakat.

            Konsekuensi lebih lanjut adalah nilai-nilai tradisional digeser oleh nilai-nilai baru yang serba ekonomis. Pertimbangan pertama dalam aktivitas manusia diletakkan pada “untung-rugi” secara materiil. Ini tampaknya sudah menjadi norma sosial dalam struktur masyarakat produk pembangunan